Senin, 03 Februari 2014

Lorong

Gelap panjang seakan tak berujung, becek dan dingin. tak sedikitpun berkas cahaya terlihat. yang kulangkahkan bersama kakiku adalah mata hatiku.. bagaimana tidak, bahkan mataku bagai tak berguna hanya hitam. tidak!! bahkan tangankupun bekerja juga, meraba apakah ada percabangan-percabangan lorong didepan. lelah.. ku pun berhenti, entah dimana ini, ditengah ketiadaan. didalam senyapku pun berfikir.. memang manusia modern macam aku ini sekali-kali harus seperti ini.
Mataku terlalu silau dengan kilau listrik dimalam hari.. kekhusukan malam bahkan hilang lenyap sama sekali.otakku bahkan tidak lagi bisa medeteksi mana malam mana siang, keduanya sama-sama silau bagiku, jauh disudut mataku seolah terlihat bagaimana khusyuknya Syaikh Ibnu Taymiyyah menarikan jari-jemarinya menulis kitab didalam remang cahaya, bagaimana Umar bin abdul aziz menerima tamunya hanya dengan sepotong lilin, malam seperti itu bagiku adalah malam keindahan, temaram tanpa cahaya yang menyilaukan.
Teringat ketika aku terdampar disebuah desa yang terpencil disudut kebumen, DESA PENCIL.. sungguh desa yang terpencil, siangnya adalah berpeluh keringat disawah, malamnya adalah bercengkrama bermandikan cahaya bulan... tiada lampu.. tiada televisi... hanya beberapa nyala api teplok yang menarii... Teringat ketika aku terdampar di tengah hutan kalimantan... hutan kelapa sawit, MENTAYA HULU KALIMANTAN TENGAH.. malamnya bagaikan kelap-kelip keindahan, sorot-sorot berkas cahaya bulan, sesekali kunang-kunang berkelebat lalu hilang..tida listrik disini yang ada adalah ketenangan...dan yang paling kuingat ketika itu adalah tangisan kerinduanku, aku akan berpisah dengan telaga kehidupanku walau hanya sementara waktu. WAJA'ALNA-LLAYLA LIBAASA. (AMMA jus 30)-anis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar