Popular Posts

Senin, 29 Desember 2014

Ekspedisi Taman Nasional Bukit Raya bukit Baka 2014 (1) - Jangan Sombong : Sebuah Pelajaran Pertama



Sambil berjalan gontai, perlahan aku langkahkan kaki merayapi jalur yang menanjak terjal dan berlumpur. Kaki rasanya sudah semakin berat, mungkin otot-otot kaki sedang beradaptasi karena sebelum berangkat ekspedisi aku tidak punya cukup waktu untuk persiapan fisik sekedar jogging dan streching. Sepatu safety yang aku pakai, terasa basah dan berat karena baru saja menyeberang sungai sedalam lutut... tidak sempat buka sepatu karena tidak cukup waktu, matahari sudah semakin surut. Beruntung di pos bayangan tadi menyempatkan shalat, kalau tidak .... bisa dipastikan dhuhur ashar bakal lewat.

Aku rogoh HP, sudah pukul 17.30, ternyata sudah mendekati maghrib dan belum ada tanda-tanda dekat dengan lokasi CAMP Kedua-Muara Dahie yang kami tuju. Dua orang dari Pramuka didepanku sudah tidak nampak lagi, sedangkan dua orang tim penyapu dibelakang memburu-buruku untuk lebih gesit lagi bergerak. Sebentar-sebentar aku berhenti untuk mengatur napas... Beban di carrier ku ini memang super berat setelah aku tambahkan rangsum berupa beras, rangsum TNI, sarden, kopi dan mie instant. Benar-benar tidak seperti yang dibayangkan, informasi yang aku dapat sebelumnya katanya tiap peserta didampingi oleh porter yang membawakan rangsum peserta. Mungkin porter yang didapat kurang atau peserta yang kebanyakan jadi aku gak kebagian porter. Melihat barang bawaan yang dibawa para porter... nggak tega rasanya untuk nitip rangsum kepada mereka... 25 atau 30 Kg mungkin total berat carrierku. Entah kenapa tidak terpikir untuk meninggalkan saja sebagian rangsum selama perjalanan tadi. Aku pikir seberapa pun rangsum yang didapat, tetap harus dibawa, kalau kita kelebihan bisa dibagi kepada yang lain yang kehabisan.

Jalan berlumpur, membuat semakin hati-hati dalam melangkah. Hati bahagia sekali kalau ada batang pohon yang melintang bisa dipakai sekedar duduk menarik napas daripada duduk di tanah, selain malas berurusan dengan lintah yang banyak di tanah, bakalan berat lagi untuk berdiri mengangkat badan dan bawaan. Tim Penyapu semakin giat lagi menyemangatiku agar bergerak cepat... “Yah mereka bisa saja bergerak cepat, karena cuma bawa badan doang”.. gerutuku dalam hati. Hari memang sudah gelap, angin bertiup tanda sebentar lagi hujan turun. Aku keluarkan senter dari tas pinggang sambil bergerak perlahan. Dubbrak.... nah betul juga , saat turun di turunan yang curam jatuh juga aku akhirnya.. untung tangan masih bisa menyambar batang rotan yang menggelantung. Sebelah sisi kanan turunan curam menuju sungai. Kaki kiriku tersangkut diatas, sedangkan kaki kanan beserta badan merosot kebawah dengan posisi split. Achhh.... terasa nyeri di pangkal paha, sobek juga akhirnya celana yang kupakai. Aku paksakan untuk bangun dan berjalan lagi menyusuri tanjakan di depan.. Kaki kananku tambah nyeri dan tambah berat, tempurung lutut kanan tadi nampaknya sempat terhantuk batu.

Aku putuskan untuk berhenti dulu... Bersandar pada akar pohon aku duduk dan coba mengurut kaki, pangkal pahaku kram tidak bisa bergerak. Saat tim penyapu tiba mereka memintaku segera melanjutkan perjalanan. Saat aku bilang sedang kram, dan meminta mereka untuk ditinggal saja, akhirnya mereka bersedia. Sesaat aku diam dan mematikan senter. Aku ingin menghela napas dan tenggelam dalam kegelapan. Aku jadi ingat kalau tadi siang tidak sempat makan siang. Tiba di Ujung Blok jalan kaki karena mobil Strada jemputan malah rusak ditengah jalan, setelah itu ambil rangsum, packing ulang barang, langsung jalan. Permen dan sebagainya terperosok ditas paling dalam, sehingga sepanjang jalan hanya minum air saja. “Eh... pantas badan lemes nggak ada tenaga”. gumamku. Ini adalah pelajaran pertama yang Allah kasih untukku. Ini mungkin berkat kesombongan yang sedikit banyak mungkin sempat hinggap didalam hatiku.

Orang sering mengidentikkan sombong dengan sifat yang suka pamer dan merasa lebih dari orang lain. Walau tidak salah, ada pengertian sombong yang lebih tepat yaitu sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW bahwa sombong itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. Sikap menganggap ringan inilah yang menimpaku saat melangkahkan kaki pertama mengikuti ekspedisi ini. Awalnya aku sempat berfikir 2200 m dpl tentu bukan jarak yang terlalu tinggi, bila dibandingkan beberapa gunung yang dulu sempat di daki sewaktu masih di Jawa dulu. Tetapi ada yang aku lupakan bahwa, bila di Jawa, desa tertinggi memang sudah pada tempat yang tinggi, jadi umumnya pendakian ke puncak dilakukan sore dan paginya sudah dapat menikmati sun rise di puncak, jalurnya umumnya lebih baik karena sudah sering dilewati pendaki. Beda tentu situasinya di Bukit Raya, Ujung blok tempat kami mulai jalan mungkin masih di ketinggian 300 an m dpl sedangkan puncak 2200 m dpl. ..belum lagi jalur yang menuruti sungai naik dan turun bukit, track menembus hutan hujan tropis yang masih perawan dengan lantai berlumpur yang licin. Semua ini diluar perhitunganku, ditambah lagi beban bawaan yang overload maka lengkap sudah. Maka jauh didasar hatiku aku berbisik “Astaghfirullahal Adziim – ampuni hambamu ya Allah yang sudah mengecilkan ciptaanMu. yang bahkan dapat Engkau maknai aku mengecilkanMu. Laa ilaha Illa anta inni kuntuminadzaalimiin”. Tak terasa air mata meleleh..... Duduk menyendiri dikeheningan seperti ini, memanjakan mata dengan gelap memang menjadikan hati lebih peka. Ya Allah aku berjalan mendekatiMu menuju keridhlaanMu.

Sambil istirahat aku pukul-pukul kaki yang kram, sudah mulai lemas kram ototnya. Agak jauh aku lihat samar-samar ada sorot lampu senter, herannya kok nggak bergerak, mungkin ada rombongan di depan. Aku putuskan untuk meninggalkan rangsum di situ, dengan begitu bawaan akan semakin ringan, daripada meninggalkan tas seluruhnya. Aku segera bangkit, alhamdulillah tas terasa jauh lebih ringan, bergerak perlahan aku mencari jejak kaki dengan senter. Sempat beberapa kali aku menyorotkan senter kebelakang dan ke atas, karena ada desiran dahan yang teratur mengikutiku setiap aku bergerak. Pada mulanya aku mengira dahan yang begoyang karena angin, tapi anehnya suara goyangannya teratur sebagaimana aku bergerak. Kalaupun ada yang mengikutiku pasti bukan peserta karena aku peserta terakhir yang masih di track, bisa jadi orang “ot” yang mengikutiku. Memang dalam technical meeting malam sebelum berangkat di Desa Tumbang Habangoi, Pak Visur (kepala adat) menyampaikan bahwa Bukut raya merupakan hutan keramat yang masih dihuni oleh orang-orang Ot. Mereka dikenal sebagai suku Ot Danum, hidup dihutan dan tidak mau berbaur dengan suku yang lain. Kalau penduduk di Tumbang Habangoi termasuk suku Ot Dohoy jadi masuk termasuk rumpun Suku Dayak Ot, bahasa mereka juga agak berbeda dari bahasa dayak yang biasa aku dengar. Bahasa Dayak yang sering dipakai masyarakat biasanya Bahasa Dayak Ngaju (Kahayan), Dayak Kapuas, Dayak Manyan (barito) dan Banjar.

Ciri-ciri Suku Ot Danum mereka berkaki merah dan memiliki kelebihan mampu beradaptasi dihutan dengan cara bergerak dari dahan ke dahan. Beberapa pantangan di hutan Bukit Raya yang disampaikan Pak Visur antara lain larangan merubah dahan-dahan yang bengkok, memukul pohon dan membakar ikan Sapan Kesuhuy dan Sapan Dungan, nama sejenis ikan yang hidup di perairan deras yang belang dua dan belang tiga. Suku Ot Danum memiliki penciuman dan daya ingat yang tajam, mereka bahkan dapat mengingat nama-nama orang yang mereka awasi dari jauh. Maka tidak heran bila sewaktu-waktu di hutan Bukit Raya ada orang yang dipanggil namanya oleh suara yang tidak terlihat. Tidak terilihat bukan karena mereka sejenis siluman atau makhluk halus tapi karena memampuan mereka bersembunyi dan bergerak cepat di hutan. Jadi seberapa sering aku sorotkan senter ke atas pasti nggak bakalan terlihat. Tapi aku yakin mereka ada.

Kalau memikirkan Suku Ot Danum ditengah hutan sendirian, dimana waktu mulai bergerak malam memang bikin nyali ciut, tapi karena kita tidak mengganggu mereka, maka merekapun pasti sebaliknya. Aku sempat berbisik pada mereka, “Ma (paman), permisi pinjam jalannyalah, saya cuma pinjam sedikit saja. Hutan piyan (anda) masih Luas”. Aku terus menyusuri jalan setapak dengan senter yang sudah mulai meredup baterainya. Senter ini seharusnya di recharge kemarin di Tumbang Habangoi, setelah saya pakai berkelana mencari Air Terjun Sungai Musang. Sebuah perjalanan dadakan, karena semula kami (saya dan Abdurrahman-teman dari Pagatan) hanya berniat mandi, demi mendengar ada air terjun, rasa penasaran akhirnya membawa kami kesana walau sudah sore hari. Resiko yang kami tanggung akhirnya kami kemalaman saat jalan pulan menyusuri sungai Musang. Di Tumbang Habangoi, listrik tenaga genset diesel baru malam hidup dan kebetulan ruang kelas SD tempat kami menginap tidak ada colokan akhirnya urung juga me recharge senter, akhirnya ketika dibutuhkan seperti ini senter dalam kondisi kurang prima.

Setelah agak lama bergerak menuruni track berbatu akhirnya aku sampai di sumber cahaya, ternyata dua orang Pramuka yang sedang istirahat. Aku sapa mereka dan kami akhirnya terlibat dalam obrolan yang hangat, ternyata nasib mereka sama denganku, beban bawaan yang berat yang akhirnya menguras tenaga dan mereka akhirnya memutuskan akan berkemah disitu. Mereka menawarkan kopi hangat dan mie instant... yah kesempatan, karena semua rangsum sudah aku tinggal ditempat jadi tidak tersisa kecuali sediaan roti dan permen di dasar tas. Aku putuskan bergabung dengan mereka menginap malam itu, dua tenda yang mereka bawa muat untuk empat orang, jadi praktis nggak ada masalah. Aku bersih-bersih badan sekaligus inspeksi barangkali ada lintah yang menyelinap dibalik pakaian, dan akhirnya ketahuan robek besar dibagian pantat hingga selangkangan, segera ganti pakaian bersih-bersih dan mendirikan shalat. Kami istirahat ditempat yang belakangan kami ketahui bernama “batu kameleuh”. Kami beristirahat di bebatuan pinggir sungai, suara gemericik air dan beberapa kali kecipakan air menandakan banyak ikan yang berukuran besar hidup disitu. Setelah shalat aku iseng menyorotkan senter ke seberang sungai, kaget juga melihat ada mata-mata berkilauan diseberang sana. Aku amati betul-betul ternyata seekot anak pelanduk. Bingung kali ya.. Si anak pelanduk. Ngapain malam-malam ada manusia disitu. Batu Kameleuh dikenal sebagai tempat keramat, terdapat dua batu besar disungai yang katanya masing-masing ada penunggunya sepasang laki-laki dan perempuan. Kami tidak tahu sama sekali mengenai informasi itu, jadi berasa biasa saja disana.
Badan yang letih dan kantuk yang mulai menyerang, kami memutuskan segera mendirikan tenda. Ketika satu tenda berdiri hujan mulai turun, kami berpindah ke tempat yang lebih tinggi agar selamat bila sewaktu-waktu air meluap. Ketika bersiap memindahkan barang kedalam tenda, tiba-tiba ada sorot beberapa lampu senter yang mendekat, ternyata Pak Abdurrahman beserta empat orang porter, mereka menjemput kami untuk dibawa ke Camp Kedua- Muara Dahie. Semula kami berkeras untuk tinggal, karena tenda juga sudah siap berdiri, tapi mengingat jerih payah mereka serta hujan yang mulai turun dengan deras maka kami akhirnya menuruti keinginan mereka. Segera setelah membongkar lagi tenda dan merapikan barang maka kami bergerak naik kembali. Barang bawaan kami di bawa oleh porter, sehingga kami dapat bergerak dengan cepat. Beberapa saat kedepan kami sudah akan menikmati hangatnya selimut, meluruskan punggung. (bersambung)


Minggu, 28 Desember 2014

Gembira Panen Raya, Kami Memanen Rumput

Memang agak aneh, biasanya orang memanen cabe, padi, sayuran, tapi kami bergembira memanen rumput. Halaman rumah sengaja dibiarkan berpenampilan sangar selama beberapa pekan dan akhirnya ketika tiba saat liburan sekolah kami bertiga memanen rumput. Kebiasaan ini sudahh aku lakukan sejak masih tinggal di Purwokerto. Halaman rumah kami yang sempit sengaja kami biarkan rumput dan beberapa tumbuhan merambat berkembang dengan lebatnya, demikian juga dihalaman samping kanan. Uniknya selalu saja rumput jenis yang sama tumbuh pada tempat yang sama walaupun berkali-kali di biarkan tumbuh dan dibabat habis maka hanya jenis tertentulah yang mendominasi. Kawan-kawan yang ahli dibidang ini mungkin punya jawabannya.

 Tidak ada ciptaan Allah yang sia-sia, itu barangkali dasar pemikirannya. Rumput sering dilihat pengganggu estetika, padahal halaman jadi hijau terlihatnya tapi kalau hijau karena rumput, terlihat tidak menarik. Padahal kalau kita lihat,kemampuan rumput itu luar biasa, betapapun tanah yang tandus, rumput masih bisa bertahan hidup. Aku jadi ingat bencana kabut asap yang menimpa hampir diseluruh pulau Kalimantan, sekejap saja kebakaran lahan berhenti maka tidak lama sejak itu rumput-rumput mulai tumbuh menghijau. Rumput berjasa mengikat CO2, menyerap sari makanan bahkan mengubah senyawa organik menjadi anorganik. Hal ini begitu terasa bila kita hidup di daerah yang kesuburan tanahnya tingkat rendah seperti sebagian Kalimantan.

 Di Palangka Raya kondisi tanahnya berpasir, sebagian malah rawa (gambut) yang ditimbun dengan pasir granit. Akan butuh waktu yang lama sekali bila kita ingin bertani diatas lahan gambut atau pasir perlu treatmen yang khusus. Kami sekeluarga punya kenalan dekat seorang Transmigran dari Jawa (kebumen) yang sekarang tinggal di Kelampangan - 30 Km dari Palangka Raya arah ke Kapuas. Beliau transmigrasi ke Kalimantan pada tahun 1963, bertahun-tahun mengolah tanah dengan cara dicampur kapur, hingga dengan pergiliran tanaman. Tetap saja di dekade pertama hidup di Kalimantan, mereka tidak dapat bertanam padi, hanya ketela, jagung dan ketela. Perjuangan itu terus berlanjut hingga sekarang kelampangan sudah menjadi lahan yang subur untuk bertani berbagai komoditas sayur-sayuran. Maka ketika hidup dimanapun, baik ditanah subur atau tanah gersang, perlu kiranya kita sebagai penguasa dunia wakil Tuhan, menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah. Tidak elok kiranya bila rumput yang sudah susah payah mengubah berbagai zat anorganik menjadi organik kita pangkas dan kita bakar begitu saja. Akan sia-sia, sungguh akan sia-sia. Zat organik yang terikat pada seluruh badan sel tumbuhan rumput akan lepas lagi menjadi zat anorganik di udara.

 Maka sekali lagi aktifitas ini kami namai memanen rumput daripada sekedar bersih-bersih halaman. Rumput yang berhasil kami panen, kemudian kami cacah, kemudian disiram dengan lumpur dari parit sebelah rumah. Kami siapkan lubang secukupnya, kemudian potongan rumput itu kami masukkan pada lubang , kami timbun satu dan dua lapis tanah kemudian kami masukkan lagi rumputnya demikian berselang-seling dan kami siram lagi dengan air lumpur dan kami tutup dengan tanah. Sebulan dua bulan kedepan kami setelah panen rumput kami akan panen kompos.

Minggu, 23 November 2014

Setetes Ilmu, sajian insert kajian yang disarikan dari berbagai forum kajian Ustadz Muhibbin Bakrun, Lc. Beberapa judul yang dapat sahabat unduh antara lain :Ikhlas Penyelamat Amal;Riya Pemusnah Amal;Riya Lebih mengerikan daripada Dajjal ;Riya Lebih Buas daripada serigala

Minggu, 21 September 2014

Membeku Di Tepi Api Unggunmu


"Api..kita sudah menyala.......api kita sudah menyala.... api...api....api .... api.... api....  api kita sudah menyala"..
Selalu ingat akan senandung itu kalau melihat api unggun. Duduk melingkar ditepi api unggun, ada yang tertawa, dari senyum simpul sampai teriakan memecah malam.. Bahkan kalau pun dalam diam pun melihat api yang  berkobar membakar tumpukan kayu sambil merasakan hangatnya hawa panas yang menjilat-jilat permukaan kulit. Tidak peduli dengan asap yang satu dua kali menyergap pernapasan, maka yang dirasakan hanya kehangatan dan keakraban.

Mengingat api unggun adalah mengingat kembali terselamatkan satu nyawa. Ketika kami dalam sebuah pendakian di Gunung Sumbing, salah seorang teman ternyata terkena hypotermia, dia sudah hilang kesadaran. Segera kami mengurungkan pendakian dan turun kembali ke pos sebelumnya. Di sepanjang jalan bergantian kami mencoba mempertahankan agar kawan tersebut tetap terjaga. Maka ketika sudah sampai di pos bawah segera kami membuat api unggun. Dengan berselimut kantong tidur kami biarkan kawan itu istirahat.

Tidak ada kehangatan, keakraban. Dimana ada asap disitu ada sumpah serapah, saling menyalahkan, ingkar tanggung jawab. Mengapa hanya asap saja yang kau tebar?. Dimanakah keakraban ditepi api unggun?. Dimanakah kehangatan orang yang berkeliling sambil berkelakar, saling bertukar pikiran dan bertukar hati.
 Mengingat asap, maka selalu teringat akan kehangatan api unggun. Tetapi sudah tiga minggu belakangan kami dalam kepungan asap. Dijalan, dirumah, dimana tempat kami berdiri asap mengepung dimana-mana. Tidak ada kehangatan, keakraban. Dimana ada asap disitu ada sumpah serapah, saling menyalahkan, ingkar tanggung jawab. Mengapa hanya asap saja yang kau tebar?. Dimanakah keakraban ditepi api unggun?. Dimanakah kehangatan orang yang berkeliling sambil berkelakar, saling bertukar pikiran dan bertukar hati.

Kau membuat api, lalu kau melarikan diri. Kau buat kami menelan asap beku, membekukan hati kami. Bekunya kemanusiaanmu kau tularkan melalui asapmu ini. Teruslah kau bakar lahanmu dan kau sebarkan asapnya kemanapun angin mau, lantas keberkahan macam apa yang kau harapkan dari tanaman yang kelak kau tumbuhkan diatas lahanmu?

Kau buat kami membeku di tepi "api unggunmu" (iogy_b@skara)

Palangkaraya ditengah kabut asap

Jumat, 29 Agustus 2014

Kalau Lagi Malas Tetap Mau Shalat Kan?


Disebuah mobil, dalam satu perjalanan singkat aku terlibat dalam sebuah percakapan ringan dengan seorang teman. Entah kenapa percakapan itu sempat membahas masalah shalat. Ada satu cetusan teman itu yang hingga ini masih aku ingat lekat,
 "Aku ni memang masih bolong-bolong shalatnya, tapi mungkin lebih baik begitu. Aku memilih nggak shalat daripada shalat tapi sambil malas".
Sekilas memang logis saja ungkapan seorang teman itu. Untuk Tuhan kita harus memberi yang terbaik bukan? Kalau nggak bisa ya mending jangan. Diantara anda tentu ada yang setuju dan sepemikiran dengan kawan saya itu. Tapi begini kawan dan kawal, dunia ini memang dihiasi dengan berbagai tipuan. Dunia ini ibarat fatamorgana, apa yang kita anggap benar, bukan kebenaran, yang tidak kita suka bisa jadi sebuah kebenaran. Bagaikan seorang pengembara bergegas mendatangi telaga untuk mengentaskan dahaga, namun apa daya ternyata yang ia kejar hanya fatamorgana.

Tertipu. Tentu saja kita tidak mau. Kita manusia ini memang dilahirkan sempurna (Q.S. At Tiin : 4). Namun kita lahir didunia yang tidak sempurna, sehingga kesempurnaan kita adalah ketidak sempurnaan. Kita diberi kebebasan untuk memilih mana yang terbaik menurut kita (Q.S. As Syams : 8). Namun Allah memuji kaum yang menjaga kesucian dengan memilih ketaqwaan, dan mengecam kaum yang memilih jalan kenistaan (Q.S. Asy Syams : 9-11).

Pasti, kita ingin memberikan yang terbaik untuk Allah, sehingga tak mungkin kan kita beribadah serampangan. Tetapi bila kemudian kita urung beribadah karena jiwa kita sedang capek, diri kita sedang malas, apakah itu solusi?

Kawan, ketahuilah bahwa kewajiban dalam agama kita ini memiliki dua nilai. Pertama, Penggugur kewajiban. Sehingga bila hari ini kita satu waktu saja tidak melaksanakan shalat Subuh misalnya, maka selama-lamanya itu akan dianggap sebagai hutang yang dituntut pembayarannya. Dan bila kita melaksanakannya artinya kewajiban kita sudah hilang dari daftar checklist-nya. Kedua, dengan menunaikan kewajiban itu kita akan mendapatkan kebahagiaan, keberkahan, ketenangan dan pahala. Kita akan bisa merasakan rahmat Allah SWT. 

Jadi bagaimana mas bro dan mbak sista? sudah pahamkan jadinya, maka setelah ini kawan pasti akan berubah pikiran, masih mending shalatkan (walau ada malas-malasnya) daripada tidak selama syarat rukun shalatnya terpenuhi sehingga sudah tunai hutang kita kepada Allah.
(emang enak ditagih seumur-umur sama malaikat he..he..he...)

Apalagi kalau kita tengok kewajiban shalat ini bila kita tunaikan akan menumbuhkan sesuatu yang LUAR BIASA. Masih ingatkan tulisan saya dimuka , kalau kita ini sempurna dalam ketidak sempurnaan, atau ketidaksempurnaan dalam kesempurnaan? Kita ini makhluk yang pada dasarnya enggan, jiwa kita inipun bisa lelah dan galau. Maka dari itu apapun yang kita lakukan termasuk amal kebaikan kita tidak ada yang sempurna. Maka shalat hadir untuk menyempurnakan yang tidak sempurna itu. Sebab shalat adalah ibadah pertama yang diaudit oleh Allah. Bila baik shalat kita maka akan dianggap baik semua amalan ibadah kita (HR Thabrani). Maka baiknya shalat kita akan menutup kekurangan ibadah yang lain. Maka shalat itu ibarat wajah ibadah kita dihadapan Allah SWT.

Status.... eh ada apa pula dengan status? Ya tapi ini bukan status facebook mas bro. Ini masalah status kita dihadapan Allah. Mulai detik ini kita harus meningkatkan intensitas hati kita untuk merenungi bagaimana status kita di hadapanNya. Nah masalah shalat ini punya pengaruh besar. Karena shalat ini adalah batas terluar dari pengakuan status kemusliman kita dihadapan Allah SWT. (HR Muslim no. 978). Bagaimana pula kalau kita salah terka, menganggap diri kita ini muslim, tapi Allah menolak ke-Islaman kita.  Nah lho...... sesuatu  banget kan?

Maka kita dihadapkan selalu pada tiga kemungkinan. Jiwa malas dan nggak shalat, Jiwa malas dan mendirikan shalat, Jiwa semangat dan mendirikan shalat.
 (lha pilihan jiwa semangat nggak mendirikan shalatnya mana? | kalau ngaku semangat tapi nggak sholat ya... artinya malas.... tapi terselubung  he...he..he..)
Dari tiga pilihan itu pasti kita ingin supaya jiwa kita selalu semangat dan mendirikan shalat kan? pasti itu. Tapi kalau pas datang malas kita maka tetaplah shalat, karena ia adalah penyembuh luka (termasuk luka hati) dan obat dari kegalauan. Sebagaimana sabda Nabi kepada Bilal r.a.agar dia mengumandangkan adzan.
"Wahai Bilal istirahatkan jiwa kami dengan shalat"
Nikmati shalat, karena itu sarana Allah mengenali kita. Shalat adalah istirahat kita dan saat untuk rekreasi. Mengkreasikan kembali kehidupan kita. Bila hati dan dunia ini sedang kacau maka shalat adalah saat yang tepat bagi kita untuk pergi sejenak dan kembali dengan kepala tegak dan hati yang tegar. Bila saat ini dunia kita adalah dunia yang membahagiakan, maka shalat saat yang tepat bagi kita untuk merenung bahwa jauh di depan ada kehidupan yang penuh siksaan dan kehidupan yang penuh kebahagiaan sehingga kita bisa bersyukur dan bisa mambuat rencana agar terhindar dari bencana akhirat. Sederhana sekali bukan? Yah... hidup memang sederhana dan untuk dinikmati.  (iogy-b@skara)


Rabu, 27 Agustus 2014

Safe Fuel Riding Style

Sehari-hari aku mengendara motor setidaknya 2-3 jam. Kurang lebih dengan jarak 160 km per harinya. Berkendara  dengan motor NewSupra Fit 2006 100cc. Motor ini termasuk yang mudah perawatannya dibanding motorku yang lain. Tercatat tidak pernah rewel, perawatannya pun tidak terlalu merepotkan. (He..he... jadi iklan motor nih,  AHM jadi yang paling suka)  one heart...


Tidak terasa sudah 8 tahun motor ini ditangan. Masalah kecepatan dan akselerasinya masih tetap seperti yang dulu. Untuk urusan motor 4 tak yang penting kita kasih dia makan oli mesin yang bagus, pasti mesinnya bakal bandel. Minimal kelas oli api SJ, jangan dibawahnya. Tapi namanya supra bermesin 100 cc pastilah akselerasi dan top speednya masih terbatas, sebab SupraFit adalah motor keluaran AHM yang terakhir memakai mesin generasi Astrea Prima dan Star didunia persilatan eh.. perbengkelan sering dikenal dengan  mesin c-series. Berikut deretan motor Honda bermesin C-series Astrea Star, Astrea Prima, Astrea Grand, Astrea Grand Impressa, Supra, Supra XX, Legenda, SupraFit, New SupraFit.

Tapi sekencang-kencangnya SupraFit, tetap juga kalah akselerasi dengan motor yang lebih muda macam Jupiter, axello, smash dll. Tapi sejauh ini kalau di perjalanan jauh motorku ini masih bisa diandalkan untuk melawan motor sekelas, malah kadang-kadang bisa diadu dengan supra 125 atau Jupe MX, tapi aku yakin itu gara-gara mereka mengalah saja sama motor generasi tua ini..he...he...

Pagi pukul 05.30 aku mulai tancap gas dari rumah menempuh jarak 84 km. Karena suka ngantuk dan nggak konsen kalau jalan pelan sering aku pacu motor sampai top speed. Lumayanlah masih bisa menjangkau 105 Km/jam. Dengan kecepatan segitu biasanya sampai kantor cukup butuh waktu antara 50 - 65 menit.  Sepanjang perjalanan begitu lepas perkotaan Palangkaraya langsung puntir selongsong gas sampai penuh. Ketika pulangnya pun demikian. Masalahnya kemudian adalah di konsumsi bensin. Sehari dengan kondisi mengendara demikian, aku harus merogoh koceh sebanyak Rp.35.000,00. Bisa dibayangkan kalau harus ngecer bensin di tepi jalan. Maka beberapa saat terakhir aku mengakalinya dengan menambah cadangan BBM di jerigen....  sampai-sampai teman kantor ada yang meneriaki aku .. pelangsir BBM.. ha..ha..ha...

Lama kelamaan  terasa juga di dompet.... Kalau semua wajah pahlawan sudah pergi dari dompet,,, mulai dari wajah proklamator  alias garuda merah kita kemudian wajah gusti ngurah rai alias garuda biru kabur.... wah alamat nggak bisa ngantor... doku habis nggak bisa beli bensin akhirnya memutar akal supaya anggaran bisa bertahan sampai datang bulan baru. Maka akupun menempuh strateginya VR46 mbah Rossi.

Kawan tentu ingat setelah gagal total dengan Desmosedici-nya Ducati kemudian kembali rujuk dengan Yamaha tidak serta merta Rossi meraih podium. Tahun kemarin pun Rossi harus rela dipencundangi Pedrosa, Lorenzo dan terakhir Marc Marquez.... maka ketika jeda libur tahun kemarin Rossi banyak berlatih balap dirt track untuk merubah gaya balap. Hasilnya bisa kita lihat tahun ini. beberapa rangkaian podium hingga kemarin di posisi tiga saat balapan di  Brno, dibelakang Pedrosa dan Lorenzo. Memang belum pernah podium pertama, tapi itu aku pikir sudah luar biasa, kami berdua kan saling memahami karena umur kami sama wkwkwkwkwk... Aku penikmat MotoGP sejak masih bernama GP500, jaman Kevin Swantz dengan Suzuki Lucky Strikenya...hingga jaman Mc Doohan, Sete Geberneau sampai jaman si baby alien sekarang.

Belajar dari Rossi, untuk berhemat maka akupun kemudian merubah Riding Style. Berbagai cara aku tempuh, dengan merubah berbagai posisi duduk, atau memanfaatkan Slip Stream saat disalip oleh mobil. Semuanya aku catat di tabel Durasi waktu dan konsumsi BBM. Dan hasilnya adalah... aku bisa mencapai konsumsi BBM terendah dengan cost Rp. 21.200,00 per hari saja, dengan lama perjalanan 1 jam 10 menit sampai 1 jam 20 menit,  tanpa modifikasi mesin tanpa merubah apa pun kecuali merubah riding style.  Kawan bisa mencoba tips berikut dengan catatan  perjalanan yang ditempuh adalah perjalanan luar kota dengan kondisi jalan lengang tidak terlalu ramai. Tips ini mungkin tidak maksimal bahkan tidak berlaku untuk jalur padat perkotaan, salah-salah bisa bayar satu gerobak bakso plus mangkok dan gerobaknya. ha...ha..ha..

Berikut Tips Safe Fuel Riding Style untuk perjalanan luar kota:
  1. Pastikan motor dalam kondisi sehat. Karburator bersih dan pengapian berfungsi baik, artinya tidak "mbrebet" Kalau tidak, apapun gaya anda dari gaya dada, gaya kupu-kupu, sampai gaya ikan terbang pun nggak bisa membantu anda untuk berhemat bahan bakar. Demikian pula dengan kondisi alat pengereman dan ban.
  2. Pastikan anda pun dalam kondisi sehat tidak mengkonsumsi obat apalagi mengkonsumsi obat terlarang, seperti obat nyamuk, obat panu, dsb.
  3. Mulai perjalanan dengan doa.
  4. Mulai perjalanan anda dengan membuka gas secukupnya. Selama perjalanan hindari membuka grip gas sampai penuh, buka secukupnya sesuaikan dengan gigi persneling.
  5. Selama perjalanan buka gas dengan langsam mengambang. Istilah saya langsam mengambang ini adalah seperti buka gas saat kita menguntit dibelakang kendaraan yanng akan kita dahului. jadi di buka juga nggak terlalu terbuka, tapi juga nggak ditutup, tidak sampai terasa engine break.
  6. Hindari terlalu sering menutup gas. Sebab engine break dan bukaannya kembali akan menambah konsumsi BBM, kecuali memang dalam kondisi yang tidak bisa dihindari, seperti kendaraan depan akan berhenti dsb. Nah disini sulitnya. Kita harus menyesuaikan gaya berkendara, sekaligus harus lebih waspada agar aman. Aku sendiri sering kelabakan dalam beberapa situasi, misalnya kondisi jalan agak ramai dekat kawasan sekolah misalnya, atau dalam kondisi hendak menyalip kendaraan depan, maka disitu letak kedewasaan teknik berkendara kita. bagaimana bisa menyalip kendaraan depan tanpa banyak menutup gas, dan menyalipnya tanpa banyak menambah bukaan gas.
  7. Manfaatkan Slip Stream. Teknik Slip Stream dalam dunia balap di perkenalkan oleh raja dunia persilatan MotoGP, Valentino Rossi. Memanfaatkan power kendaraan yang didepan untuk meningkatkan power dan kecepatan, istilah gampangnya mencuri angin. Prakteknya kita harus sering melihat spion, kalau ada mobil yang hendak mendahului kita, kita sudah siap dengan segera menguntitnya sesaat setelah dia menyalip. Efeknya kita akan merasa disedot, power motor sontak meningkat.. maka untuk mempraktekkannya harus hati-hati dan melihat situasi di depan kita. Tapi sejauh pengalaman saya jangan memanfaatkan slip stream dari truk, sebab barangkali karena faktor aerodinamikanya desain truk, sering malah terasa dibanting-banting. lagi pula kalau jalan luar kota truk kan gunanya untuk kita salip, kalau kita sering disalip truk artinya jalan kita kurang laju.... kalau begitu, kapan sampai rumahnya bro....?
Demikian sedikit Safe Fuel Riding Style dari saya. Semoga bermanfaat.

(iogy baskara/ mantan manager TripleF motoshop dan bekas penunggu bengkel Zam-zam motor)...



Selasa, 26 Agustus 2014

Bersyukur Walau Pada Selembar Daun


Sudah berjalan tiga bulan ini, 3 jam sehari, 160 km perhari ditempuh dengan sukses lancar. Alhamdulillah. Allah telah memberi karunia umur dan kesehatan sehingga hingga kini masih segar dan mampu menikmati kehidupan. Detik-detik kosong disaat mengendara motor bisa digunakan untuk mengulang-ulang bacaan Al Qur'an yang sudah aku tuliskan dalam ingatan. Baru sedikit surat memang, tapi sanggup mengisi kosongnya waktu menyusur jalan Palangkaraya-Kasongan. Terkadang detik itu aku isi dengan memutar ulang rekaman kajian Ustadz Muhibbin yang beberapa filenya tersimpan di hape jadul ku, HP Huawei warna biru. Hape yang tak tertandingi harganya di seluruh muka bumi, karena nggak ada yg sanggup membelinya (karena nggak bakalan dijual) atau malah nggak ada yang bakalan beli heh...heh...heh.

Dua minggu terakhir perjalanan rutinku ini  sering terganggu. Bukan gara-gara traffic light yang nyalanya merah melulu.... (karena memang nggak ada traffic light disini) bukan pula gara-gara jalan yang macet. (jalannya kosong blong.... kalau VR46 mbah Rossi  rela meminjamkan M1 nya barang sehari mungkin jalan ini bisa jadi pengganti sirkuit Misano karena saking sepinya)...Bukan juga karena macet di perempatan atau karena truk mogok di tanjakan ( karena jalannya mulus lurus dan nggak ada tanjakan.. Beberapa kali perjalanan pulang pergi terganggu karena asap. (asap beneran bukan asap knalpot)

Beberapa areal lahan di sebagian ruas jalan sedang terjadi kebakaran hebat. Kalau dilihat  mungkin karena kejadian alam (sebagian kecil benar) tapi aku yakin sisanya terbakar karena memang dibakar. Ya memang kebakaran itu terjadi karena ada api oksigen dan bahan bakar (mengutip pertanyaan kuis di stand BLH Katingan).... alam memang bisa memantik api dengan gesekan dahan dimusim kemarau, tapi lebih besar kemungkinannya bila api itu timbul karena ada orang yang sengaja membakar, atau buang puntung rokok sembarangan (bukan kencing sembarangan). Sebagian besar lahan yang terbakar (baca: dibakar) itu memang sudah kering sebelumnya, kering karena disemprot obat gulma. Maka memang mendekati benar kalau tebakannya lahan itu dibakar orang.

Kita di bumi ini kan memang hidup diantara banyak kelompok makhluk. Kalau ada orang yang membakar lahan, maka sebenarnya setelah Allah, maka tumbuhan itu kelompok makhluk yang paling besar marahnya. Bayangkan, tiap detik tumbuhan itu bekerja keras, sudah berhasil mereka, dimusnahkan kembali sama makhluk yang namanya manusia, termasuk jasad mereka dimusnahkan pula.

Kawan, dan kawal.  Allah itu setiap detik sibuk bekerja  (Q.S Ar Rahman : 29). Tumbuhan makhluk ciptaan-Nya pun demikian. Setiap detiknya mereka bekerja keras, mengikat Karbon, segala Nitrogen  dan zat lain yang ada diudara diikat dan dikonversi ke dalam tanah. Kerja keras mereka itu membuahkan tanah yang hidup, yang berangsur-angsur menjadi subur.  Mereka memindahkan kehidupan kepada tanah. Jadi tidak seluruhnya benar anggapan tumbuhan itu membutuhkan tanah, tanahpun sebaliknya karena ia bisa ada karena ada tumbuhan. Kita ingat asal mula kejadian semesta ini, ketika bumi masih berupa gas panas yang berangsur-angsur dingin, ketika dinginnya berupa batu dan pasir, maka tumbuhan lumutlah yang oleh Allah di tumbuhkan disana, lumut bekerja mengikat  semua zat untuk dipindahkan ke tanah... begitu terus berjalan hingga tanah itu menjadi ada dan di kenal. Ingat bro  kita-kita ini kan berasal dari tanah... maka berterima kasihlah kepada lumut.... bersyukurlah kepadanya walaupun ia hanya makhluk remeh.. Barangsiapa yang tidak mampu bersyukur pada makhluk, maka dia tak akan mampu bersyukur pada Tuhan).

Tumbuhan dengan Fotosintesis A dan B, dengan reaksi gelap dan terangnya telah membuat itu semua mungkin. sebab setahu saya yang masih bodoh ini, belum ada mesin pengikat C udara menjadi C terikat di tanah, atau pengikat N atau yang lain. karena kalau ada, si pembuat mesin itu pasti orang yang sangat bodoh buang waktu, tenaga dan resource, karena Allah sudah membuatkan untuk kita.

Memang ia hanya selembar daun kawan, tapi luar biasa. Dibalik kulitnya ada mesin yang luar biasa canggih. di selembar daun itulah proses ajaib itu terjadi dengan 100% efisien. Energi itu 100 terkonversi. Nggak percaya?  Fotosintesis itu terjadi setiap hari. Coba pagi hari sempatkan untuk menyentuh selembar daun apa saja nggak usah lama 3 menit saja. Nggak panaskan? Coba bandingkan dengan kulkas, pegang sisi kanan atau kiri kulkas, panas kan? atau... coba pegang mesin motor yang  sedang berjalan kalau perlu knalpotnya?... (pasti melepuh ha...ha...ha...). kulkas menjadi panas, bohlam lampu menjadi panas, semuanya karena konversi energi tidak efisien, tidak semua energi listrik dikonversi menjadi energi pendingin, ada yang bocor berupa energi panas.  Maka itulah hebatnya teknologinya si Daun ini... benar-benar effisien. Oleh tumbuhan, energi itu sebagian disimpan di daun, sebagian lagi di simpan di buah, ada yang di salurkan ke akar, menjadi N, P, C yang terikat di tanah..Bukan itu saja, kalau daun itu mati dan layu. dahan itu patah dan jatuh ketanah. dibantu bakteri pembusuk, maka semuanya terurai menjadi zat organik, yang menghidupkan tanah. daun busuk adalah tempat hidup yang nyaman bagi cacing dan bakteri.


Proses yang berlangsung tanpa putus setiap harinya sedikit-sedikit yang membukit . Di musnahkan dan di nafikan oleh manusia dalam waktu sekejap saja. Maka ketika daun, dahan itu semua terbakar, segera saja bahan penyusun utama tumbuhan utama nya C.... (karbon) akan lepas lagi ke udara.
Di bumbui oleh polesan kapitalis global, maka datanglah program-program lingkungan macam REDD+, USAID dsb..... Lepasnya Karbon, akan bikin atmosfir kita bertambah panas, Kutub utara selatan segera mencair, meningkatnya permukaan lautan, yang berarti menyusutnya permukaan daratan.... he..he... apakah akan kita vonis sebagai kiamat?

Cukuplah berbuat yang remeh kecil dan sederhana, bersyukurlah pada tanaman, ketika kita bertemunya tersenyumlah, bila bertemu dengan jasadnya, dahan yang patah, daun yang mengering, atau bertemu potongan daunnya yang segar yang kita pangkas atas nama kerapian dan estetika maka hormatilah ia dengan menguburnya baik-baik ke tanah. Sebab itu akan mengabadikan kebaikan dan jasa tumbuhan.. akan mengalirkan kehidupan kembali ke tanah..... asal mula kita.

Jangan kita bakar, ... kuburkan yang baik.

Jangan kita kuburkan plastik dan turunannya, karena itu akan meracuni tanah.... asal mula kita.
Sayangi tanah.... asal mula kita. Sayangi bumi tempat kita berbagi.
Karena Dia sayang pada siapa yang berbuat kebaikan di muka bumi. dan benci pada siapa yang membuat kerusakan di dalamnya.

Out of topics, turut berbahagia atas kemenangan saudara kita di Gaza, Merdeka ( lagi) Gaza,..
Gaza merdeka (lagi) mulai hari ini..