Selasa, 18 Maret 2014

Duren versus Surga

Sekali waktu pernah kami pernah dapat kiriman istimewa, duren montong hasil panenan bu dosen kami. Rasanya jangan ditanya Ruaaaar Biasa.... Anehnya sejak saat itu aku jadi biasa saja setiap ketemu dengan duren-duren yang dijajakan di pinggir jalan..

Bukan berarti nggak suka lho, tapi rasa tertariknya berkurang jauh dari sebelumnya. Kenikmatan yang puncak akan suatu hal barangkali menjadikan hambar merasakan kenikmatan level bawahnya.

Maka benarlah sabda nabi, ketika seseorang dimasukkan dalam surga satu celupan saja, maka dia lupa akan semua keluh kesah dan derita yang pernah dirasakannya sewaktu di dunia.

Rasulullah SAW bersabda
 يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ،
“Pada hari kiamat akan didatangkan orang yang paling banyak kenikmatan di dunia di antara penghuni neraka.
 فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً، ثُمَّ يُقَالُ: يَا ابْنَ آدَمَ، هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ؟ فَيَقُولُ: لاَ وَاللَّهِ يَا رَبِّ.
 Lalu ia dicelupkan ke dalam neraka satu celupan, lalu ditanya: “Apakah engkau pernah melihat kebaikan dan merasakan kenikmatan?” Iapun menjawab: “Demi Allah tidak, wahai Rabbku.”

وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Dan akan didatangkan orang yang paling sengsara di dunia di antara penduduk surga.

فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ، فَيُقَالُ لَهُ: يَا ابْنَ آدَمَ، هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ؟ فَيَقُولُ: لاَ وَاللَّهِ يَا رَبِّ، مَا مَرَّ بِي بُؤُسٌ قَطُّ، وَلاَ رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

Lalu ia dicelupkan di surga satu celupan, lalu ditanya: “Apakah engkau pernah melihat kesengsaraan dan merasakan kesusahan?” Iapun menjawab: “Demi Allah tidak wahai Rabbku, aku tidak pernah mengalami kesengsaraan dan tidak pernah melihat kesusahan sama sekali.” (HR. Muslim)
Semoga kita bertemu dalam canda dan bahagia di surga. (iogy_baskara)

Jumat, 14 Maret 2014

Air Mata Seharga Permata

Bercerita tentang seorang wanita yang sedang berjuang antara cinta dan pengorbanan dengan semangat yang merapuh dan harapan mulai meredup.

Sudah masuk tahun ketiga, suaminya tercinta tergeletak bagai mayat yang bernyawa. Sepenuh cinta dia merawat tubuh yang dingin mengkayu itu, memandikannya, menyuapinya, setiap hari. Tiada bosan selalu bercerita kepadanya tentang hari-hari yang selalu berubah. Tentang matahari yg selalu setia, mengenai rumah mereka juga tentang anak-anak mereka yang sudah mulai tumbuh besar.

Cerita rangkai berangkai terus mengucur dari bibirnya walaupun tanpa jawab, tapi dia yakin suaminya mendengarnya dalam beku dan bisu. Dan sore itu semua lelah, keluh dan harap terbayar lunas. Ketika dia mengusap wajah suaminya, ada gerakan hatinya mendorongnya untuk bertanya,

"Ayah, masih cintakah engkau dengan ibu?".

Lugas saja kata-kata itu meluncur walau ia tahu bahwa pasti seperti yang sudah-sudah bahwa pertanyaannya itu akan meluncur diruang yang kosong.

Namun kali ini berbeda, mendadak jantungnya berdetak kencang, suara detak jam dinding kamar berdebam keras. ....

Dari sudut mata wajah pucat itu mengalir air mata walau dalam tatapan hampa.

Maka segera saja ia balas airmata itu dengan tangis yang berpanjangan. Ucapan dzikir menggetarkan bibirnya, berucap syukur. Inilah saat pertama, dalam tiga tahun terakhir suaminya membalas pertanyaannya, walaupun dengan airmata bergulir.

Maka lunas sudah semua pertanyaan, resah, putus asa, lelah dan gundah. Ternyata Allah menjawab doanya.

*sujud sungkem kagem ibu. Kawulo kangen.