Minggu, 21 September 2014

Membeku Di Tepi Api Unggunmu


"Api..kita sudah menyala.......api kita sudah menyala.... api...api....api .... api.... api....  api kita sudah menyala"..
Selalu ingat akan senandung itu kalau melihat api unggun. Duduk melingkar ditepi api unggun, ada yang tertawa, dari senyum simpul sampai teriakan memecah malam.. Bahkan kalau pun dalam diam pun melihat api yang  berkobar membakar tumpukan kayu sambil merasakan hangatnya hawa panas yang menjilat-jilat permukaan kulit. Tidak peduli dengan asap yang satu dua kali menyergap pernapasan, maka yang dirasakan hanya kehangatan dan keakraban.

Mengingat api unggun adalah mengingat kembali terselamatkan satu nyawa. Ketika kami dalam sebuah pendakian di Gunung Sumbing, salah seorang teman ternyata terkena hypotermia, dia sudah hilang kesadaran. Segera kami mengurungkan pendakian dan turun kembali ke pos sebelumnya. Di sepanjang jalan bergantian kami mencoba mempertahankan agar kawan tersebut tetap terjaga. Maka ketika sudah sampai di pos bawah segera kami membuat api unggun. Dengan berselimut kantong tidur kami biarkan kawan itu istirahat.

Tidak ada kehangatan, keakraban. Dimana ada asap disitu ada sumpah serapah, saling menyalahkan, ingkar tanggung jawab. Mengapa hanya asap saja yang kau tebar?. Dimanakah keakraban ditepi api unggun?. Dimanakah kehangatan orang yang berkeliling sambil berkelakar, saling bertukar pikiran dan bertukar hati.
 Mengingat asap, maka selalu teringat akan kehangatan api unggun. Tetapi sudah tiga minggu belakangan kami dalam kepungan asap. Dijalan, dirumah, dimana tempat kami berdiri asap mengepung dimana-mana. Tidak ada kehangatan, keakraban. Dimana ada asap disitu ada sumpah serapah, saling menyalahkan, ingkar tanggung jawab. Mengapa hanya asap saja yang kau tebar?. Dimanakah keakraban ditepi api unggun?. Dimanakah kehangatan orang yang berkeliling sambil berkelakar, saling bertukar pikiran dan bertukar hati.

Kau membuat api, lalu kau melarikan diri. Kau buat kami menelan asap beku, membekukan hati kami. Bekunya kemanusiaanmu kau tularkan melalui asapmu ini. Teruslah kau bakar lahanmu dan kau sebarkan asapnya kemanapun angin mau, lantas keberkahan macam apa yang kau harapkan dari tanaman yang kelak kau tumbuhkan diatas lahanmu?

Kau buat kami membeku di tepi "api unggunmu" (iogy_b@skara)

Palangkaraya ditengah kabut asap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar